LINGKARIN.COM – Sekretaris Umum (Sekum) Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) K.H. Suaib Tahir mengatakan harakah istishadiyah (amalan jihad) dan harakah intihariyah (bom bunuh diri) adalah dua istilah yang mirip dan hampir sama makna dan tujuannya, namun memiliki konteks berbeda.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis 8 Desember 2022, Suaib mengatakan sebagian ulama menganggal harakah istishadiyah dibolehkan, sementara harakah intihariyah tidak dibolehkan.
“Sebagian pihak lagi menganggap bahwa harakah intihariyah adalah istilah yang digunakan oleh kelompok dan media anti-Islam agar umat Islam sepakat bahwa harakah intihariyah adalah sesuatu yang haram hukumnya.
Jokowi dan Gibran Kedatangan Putra Presiden MBZ, Khalid bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan
Pernikahan Kaesang – Erina, Inilah Pesan Ibunda Erina Sebelum Dipersunting Anak Presiden
Pasalnya, jika menggunakan kata harakah istishadiyah sulit untuk menetapkan hukumnya, bahkan cenderung dibenarkan dalam agama dengan berbagai dalil,” kata Suaib.
Suaib menegaskan DDI mengutuk keras aksi bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu 7 Desember 2022.
Menurut dia, aksi tersebut bukan bagian amalan jihad.
Pelaku Bom Bali Umar Patek Dibebaskan, Begini Respons Wakil PM Australia Richard Marles
Pernikahan Kaesang – Erina, Wakil Presiden Ma’ruf Amin akan Sampaikan Khotbah
Aksi bom bunuh diri yang dilakukan seseorang terhadap musuh, seperti yang dilakukan rakyat Palestina dalam menghadapi Israel, dianggap sebagai atau aksi mati syahid.
Mereka tidak ingin menggunakan harakah intihariyah karena itu akan membawa kepada pemahaman bahwa aksi tersebut diharamkan dalam agama karena bunuh diri jelas diharamkan.
Namun, lanjutnya, jika menganggap bahwa aksi tersebut adalah aksi mati syahid, maka itu boleh-boleh saja.
Bom Polsek Astanaanyar, Kapolri Listyo Sigit Prabowo Minta Jajaran Usut Tuntas Bom Bunuh Diri
Terlalu Berlebihan, Gerbang ‘Cap Go Meh’ Batas Kota Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang
Dia menjelaskan pada dasarnya sahabat-sahabat nabi juga pernah melakukan hal itu ketika mereka dikepung oleh musuh.
Dia mengatakan sudah tidak ada tempat untuk mengamankan diri, sehingga mereka masuk di tengah-tengah musuh dengan pedangnya untuk menunjukkan keberaniannya dan bersedia mati demi membela agama.
“Istilah ini memang sangat tipis perbedaannya dengan istilah harakah intihariyah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris saat ini.”
Alasan Israel Tak Izinkan Interogasi Apapun Terkait dengan Kematian Jurnalis Al Jazeera
Statusnya Naik dari Siaga Menjadi Awas, Gunung Semeru Alami 22 Kali Letusan
“Kalangan teroris juga menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah harakah istishadiyah bukan harakah intihariyah,” jelasnya.
Dia menambahkan harakah istishadiyah bisa saja dilakukan jika dalam kondisi peperangan, sebagaimana yang dialami sahabat Nabi saat dikepung oleh musuh.
Akan tetapi, jika tidak dalam kondisi peperangan seperti saat ini, apalagi di tengah-tengah umat Islam, maka harakah istishadiyah tidak bisa ditoleransi karena negara bukan dalam suasana perang.
Catat Baik-baik, Inilah Kontribusi yang Diberikan Kaum Muslim untuk Negara Pancasila
Apakah Siap Jadi Bagian dari Perubahan? Siap untuk Berjalan Bersama?
Selain itu, mereka yang dianggap musuh bukanlah musuh yang dianggap dalam Islam.
Musuh yang dianggap dalam Islam adalah mereka yang memerangi Islam, katanya. Sementara itu, tidak ada bukti satu pun yang bisa ditunjukkan bahwa Indonesia adalah musuh Islam.
Pasalnya, kata Suaib, Indonesia adalah negara Islam yang menjalankan sebagian besar aturan hukum dengan hukum Islam, khususnya yang terkait dengan ahwalul syahsiyah dan hukum-hukum lainnya.
“Jika Indonesia memberikan kebebasan dalam beragama dan melindungi segenap bangsanya dari berbagai ancaman keamanan, maka istilah istishadiyah atau intihariyah sama saja hukumnya.”
“Artinya, siapa pun yang melakukan tindakan tersebut, maka ia termasuk bunuh diri yang secara tegas diharamkan dalam agama,” tegasnya.
Perang dalam ketentuan agama harus diumumkan oleh pemimpin, semua pasukan juga harus mengikuti instruksi dan arahan pemimpin, sebagaimana dilakukan Rasulullah saat ingin mengirim pasukannya ke medan perang.
“Jika kelompok teroris mengklaim bahwa mereka melakukan harakah istishadiyah melawan Pemerintah dan aparatnya, termasuk warga sipil, maka itu sungguh merupakan sebuah kekeliruan,” katanya.
Dia menyebutkan beberapa alasan yang mendasari hal tersebut.
Pertama, orang-orang yang dianggap musuh adalah orang-orang Islam sendiri. Kedua, sekali pun non-muslim, mereka tidak sedang memerangi umat Islam.
Ketiga, mereka melakukan aksi di wilayah damai, bukan di medan perang.
Keempat, yang dijadikan sasaran adalah kelompok tak berdosa sehingga jelas-jelas dilarang dalam agama, apalagi melibatkan anak anak dalam aksi bunuh diri.
“Intinya, mengklaim harakah intihariyah atau aksi bunuh diri sebagai harakah istishadiyah seperti yang dilakukan oleh kelompok teroris saat ini adalah sebuah kekeliruan yang sangat nyata,” ujar Suaib Tahir.***