LINGKARIN.COM- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi VI Fraksi PAN Intan Fauzi menilai sistem proporsional terbuka yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilu masih relevan untuk diterapkan pada pemilu 2024 yang akan datang.
“Oleh karena itu seyogyanya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi atau judicial review UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional yang tengah diajukan,” kata Intan di Jakarta, Selasa.
Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional (PUAN) Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional (PUAN) tersebut mengatakan apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Patuh dengan Arahan Prabowo Subianto, Sandiaga Uno Tegaskan Statusnya Masih Kader Gerindra Dugaan Kasus Korupsi Penyelenggaraan Formula E, KPK Tindaklanjuti Pengaduan Masyarakat
Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (pileg).
Menurutnya, sistem proporsional terbuka memenuhi prinsip demokrasi yang amat mendasar, yakni pengakuan kedaulatan rakyat maupun prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum).
Dalam sistem proporsional terbuka, semua kader memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih, sehingga baik bagi calon legislatif (caleg) perempuan.
Paling Banyak Dibincangkan Netizen Isu Penundaan Pemilu dan 3 Periode Jabatan Presiden Survei SMRC: Elektabilitas Ganjar Pranowo Unggul di antara 3 Nama Potensial Calon Presiden
Berkaca pada pemilu sistem proporsional tertutup, caleg perempuan seringkali ditempatkan di nomor urut buntut, setelah petahana legislator, pengurus harian partai, dan kalangan elit partai.
UU Pemilu Nomor 7/2017 mewajibkan pengajuan daftar calon oleh partai politik pada setiap daerah pemilihan (dapil) harus memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan, dengan penempatan minimal 1 perempuan dari 3 nama caleg.
Maka dari itu, sistem proporsional terbuka adalah solusi tepat untuk memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen, tanpa mencederai hak masyarakat untuk menentukan wakil-wakilnya di parlemen.
KPU RI Siap Hadiri Sidang Mediasi dengan Partai Ummat di Kantor Badan Pengawas Pemilu RI Capai hingga 78,5 Persen, Inilah Hasìl Hasil Survei CPCS Soal Kepuasan Publik Terhadap Jokowi
Intan berpendapat caleg yang takut pada sistem proporsional terbuka hanyalah pihak-pihak yang khawatir tak cukup sanggup menarik hati rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Dengan sistem proporsional terbuka, semua caleg diberi panggung yang sama untuk berkompetisi dan tidak ada privilege atau hak istimewa bagi caleg.
“Semua bisa bertarung bebas dan saya akui, sistem proporsional terbuka ini membantu para kader perempuan meraih kursi di DPR. Semua teman caleg satu partai juga berkompetisi, sehingga para caleg benar-benar berjuang meyakinkan masyarakat menjadi calon wakil rakyat yang potensial,” tuturnya
Elektabilitas Erick Thohir 3 Teratas di 5 Provinsi Berikut Menurut Lembaga Survei Poltracking Sebut Partai Politik Mencengkeram Republik Indonesia, L’etat C’est Moi: Negara adalah Saya
Dengan demikian, kata dia, sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sudah sangat bagus dan tidak perlu diutak-atik hanya untuk mengakomodir kepentingan individu caleg.
Intinya, jangan sampai terjadi kemunduran dalam sistem pemilu legislatif.
Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih lebih mengenal calon legislatifnya karena masing-masing caleg baik, petahana maupun yang belum duduk di parlemen akan berkompetisi secara terbuka serta berusaha untuk berkontribusi secara baik bagi masyarakat dan terbuka.***
Perppu Pemilu Telah Diterbitkan, Partai Gerindra Minta Segera Ada Aturan Turunannya Gerindra No 2, PDIP No 3, Golkar No 4, KPU Tetapkan Nomor Urut Parpol Peserta Pemilu 2024
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Lingkarin.com, semoga bermanfaat.