LINGKARIN.COM – Publik diramaikan dengan pernyataan ketua KPU yang berencana penerapan kembali sistem proporsional tertutup dalam memilih anggota legislatif 2024-2029
Keinginan untuk kembali menggunakan proporsional tertutup ini ternyata hanya terkait anggaran.
Yang mana proporsional tertutup dianggap lebih hemat dan desainnya lebih simpel.
Harus Dihentikan, Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Kudeta Konstitusi, Upaya Penguasa untuk Tetap Berkuasa dengan Cara Ubah Konstitusi
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari.
Dia mengatakan bahwa Jika KPU ditanya maka KPU memilih proposional tertutup karena desain surat suaranya cuma 1 berlaku di semua dapil.
Menurutnya memilih proposional tertutup karena desain surat suaranya lebih simpel (14/10/2022).
Mengulik Proses dan Protes Jalannya Legislasi di Parlemen agar Hasilkan Produk yang Bermutu
Belum Pernah dalam Sejarah, HUT Partai Dihadiri Presiden dan Wapres, Jokowi: Hanya Hanura
Sistem proporsional tertutup ini akan menjadikan daulat partai lebih daripada daulat rakyat.
Karena seorang anggota dewan bukan dipilih berdasarkan track recordnya yang dipilih oleh masyarakat.
Tetapi Anggota dewan dipilih dalam ruang ruang gelap yang hanya diketahui para elite partai.
Skenario Kudeta Konstitusi: Hari Ini Berkuasa, Besok Bagaimana Caranya Tetap Bisa Berkuasa
Sampaikan Narasi Sesuai dengan Fakta dan Data, Jubir Anies: Bukan Karangan atau Hoaks
Jika sistem pemilihan umum menggunakan proporsional tertutup maka Indonesia akan kembali setback ke belakang ke masa orde baru.
Hal ini merupakan sebuah pengkhianatan terhadap reformasi yang telah diperjuangkan.
Proposional tertutup itu seperti sistem pemerintahan RRC dimana yang berkuasa penuh adalah partai bukan rakyat.
CEK FAKTA: Komisi Pemilihan Umum Dikabarkan Anulir Peserta Pemiihan Umum 2024
Bukankah Konsep Otorita Ini Sama dengan Melenyapkan Indonesia, yang Terdiri atas Daerah-daerah?
Sistem tersebut tidak sesuai prinsip demokrasi dimana rakyat mengenal wakil rakyatnya bukan partainya.
Bagi publik hal ini tentunya seperti membeli kucing dalam karung. Publik tidak bisa memilih orang-orang yang mereka percayai secara langsung.
Jika proporsional tertutup ini diberlakukan maka ini Indonesia akan tampak seperti negara yang berjalan mundur bukannya rakyat berkuasa, malah oligarki elit partai yang berkuasa.
Ganjar Pranowo Bocorkan Alasan PDI Perjuangan Plih Nomor Urut 3 untuk Parpol Pemilu 2024
Soal Akurasi Data Verifikasi Faktual Partai Politik, Bawaslu Temukan 5 Catatan Kritis
Publik menganggap bahwa upaya mengembalikan pemilu kepada proporsional tertutup ini adalah kesengajaan dari partai lama yang sekarang sedang asyik menikmati kekuasannya.
Mereka menjadi mayoritas di parlemen namun tidak pernah membantah kebijakan pemerintah. Mereka digaji bukan membela rakyat.
Sistem proporsional tertutup hanya akan menjadikan DPR tukang stempel kebijakan pemerintah daripada institusi penyeimbang kekuasaan.
Masyarakat mencoblos lambang partai dan kandidat sepenuhnya partai yang menentukan yang memungkinkan negara ini dipimpin oleh orang yang tidak diinginkan oleh publik untuk memimpin.
Publik kembali ke zaman otoriter dimana mereka tidak diwakili lagi oleh parlemen, parlemen hanya diisi orang-orang yang menjilat dan penikmat kekuasaan.
Salah satu yang patut kita syukuri dari pemilihan saat ini adalah dimana dari presiden sampai gubernur, Bupati, walikota dipilih secara langsung oleh rakyat.
Namun tiba tiba ada usulan yang aneh dimana wakil rakyat justru dipilih oleh partai dan bukan dipilih oleh rakyat sendiri figur figurnya.
Sehingga para wakil rakyat ini tidak punya tanggung jawab terhadap rakyat tetapi hanya menservice elite partainya.
Oleh: Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute).***