LINGKARIN.COM – PDIP sangat bersemangat ikut mendorong pileg tertutup. Apa alasan? Dan apa kepentingannya? Dua pertanyaan yang berbeda bobot.
Alasan ke publik akan selalu normatif, rasional dan ideal. Meminimalisir money politics, katanya. Bukankah money politics itu pelanggaran hukum?
Ada pidananya? Mengapa sistemnya yang diubah, bukan penegakan hukumnya yang ditegakkan sebagai upaya pencegahan?
Sistem Pemilu 2024, Survei SSI: Mayoritas Publik Ingin Gunakan Proporsional Terbuka
Bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana, Prabowo Subianto Beri Penjelasan Begini
Apakah ketika hukum tidak berhasil mengawal sebuah sistem, lalu sistemnya yang diubah? Sampai kapan cara berpikir seperti ini terus menjadi solusi?
Apakah negara sudah terlalu apatis terhadap penegakan hukum? Apakah hukum sudah tidak bisa lagi mengontrol pelanggaran pemilu?
Saya Siap Debat soal PERPPU Cipta Kerja, Meskipun Lawan Mahfud dan Yusril Sekaligus
Bangun Mesjid itu Bagus dan Mulia, Namun Gunakan 1/32 Dana APBD Rasanya Terlalu Banyak
Ketika security tak lagi bisa mengamankan rumahmu, jangan pindah rumah.
Tapi, ganti security-nya. Itu cara berpikir yang bener. Masalahnya ada di security, bukan di lokasi rumahmu. Paham?
Lalu, apa kepentingan PDIP mendorong pileg tertutup? Dan mengapa 8 partai lainnya kekeuh menolaknya?
Ini soal elektabilitas. Cermati berbagai survei. Elektabilitas PDIP paling stabil. Mengapa?
Mantan Politisi PDIP Harun Masiku Berada di Luar Negeri, Ini yang Dilakukan KPK
Pilpres 2024, Publik Ingin Sosok Pemimpin Nasional yang Teruskan Program Presiden Jokowi
Karena semua kader PDIP, baik di DPRD maupun DPR, lebih dominan identitas partainya.
Kader PDIP tidak menonjolkan identitas personalnya. Ketika ada survei partai, maka elektabilitasnya stabil.
Sementara di partai lain, faktor siapa caleg yang maju akan sangat mempengaruhi elektabilitas partai tersebut. Karena itu, partai-partai ini butuh person.
Publik Sudah Punya Pilihan Capres Lain, Elektabilitas Jokowi Cuma 15.5 Persen Jika Maju Lagi
Johnny G Plate Dikabarkan Mundur dari Jabatan Menteri Kominfo, Nasdem Beri Keterangan Resmi
Butuh ketokohan yang bisa dijual. Butuh sosok yang bisa meraup suara untuk partainya. Butuh caleg yang bisa menghasilkan kursi di DPR maupun DPRD.
Pindah partai dan munculnya tokoh baru di sejumlah partai menjadi fenomena yang akrab di setiap pemilu.
Artis ini masuk partai anu, mantan pejabat ini jadi caleg partai di sana, dll.
Romahurmuziy Jadi Pengurus PPP Lagi, Guruh Lunggana: Sudah Dihukum, Hormati Hak politiknya
Pasangan Ganjar Pranowo – Erick Thohir Unggul dalam Simulasi Piilpres Versi Survei Indo Riset
Jika sejumlah tokoh yang diharapkan mampu menjadi pendongkrak perolehan suara partai ini tidak muncul namanya di pemilu.
Maka sulit bagi partai itu menambah kursi di DPR maupun DPRD. Jadi, wajar jika di luar PDIP, semua partai yang punya kursi di DPR menolak pileg tertutup.
Di sisi lain, usul pemilu tetutup untuk anggota legislatif berpotensi menjadi tujuan antara. Bukan tujuan finalnya.
Mempunyai Kemiripan Basis Suara, Kehadiran Partai Ummat Bisa Guncang Partai PAN
Perppu Cipta Kerja, Praktik Ugal-Ugalan dan Pengabaian Pemerintah terhadap Partisipasi Publik
Jika pileg tertutup goal di Mahkamah Konstitusi (MK), kemungkinan akan merembet ke pilpres tertutup.
Tugas berikutnya adalah mengamandemen UUD. Arahnya? Pilpres 2024, presiden dipilih oleh MPR.
Jika pemilu.legislatif tertutup, maka semakin terbuka untuk mendorong pilpres tertutup.
Sandiaga Uno Bisa Maju Pilpres 2024 dari Partai Lain, Gerindra Sudah Putuskan Capres Prabowo
Hak Politik Tak Dicabut, Romahurmuziy Bisa Kembali ke Politik Asal Tidak Langgar Hukum
Presiden tidak dipilih oleh rakyat lagi, tapi oleh MPR. Kembali seperti masa Orde Baru.
Bagi bakal capres non-potensial, pilpres tertutup lebih menguntungkan.
Bakal capres yang ektabilitasnya gak bergerak, gak naik-naik, selalu rendah dan tertinggal dari bakal capres yang lain.
PPP Beri Alasan Tunjuk Romahurmuziy Jadi Pengurus, Salah Satunya Bebas Sejak 3 Tahun Lalu
PDI Perjuangan Berpotensi Koalisi Tunggal dengan Capres Puan Maharani atau Ganjar Pranowo
Mereka dengan kekuatan partai dan uangnya lebih berpeluang untuk menang pada pemilihan di MPR.
Dalam pilpres terrutup, yang dibutuhkan bukan lagi dukungan rakyat, tapi dukungan partai.
Yang diperlukan bukan suara rakyat, tapi suara anggota MPR. Di sini, transaksinya akan lebih simpel.
Jual beli suara lebih mudah dikondisikan. Suara rakyat? Tidak penting lagi. Capres tidak butuh. Nasib lembaga survei? Nganggur! Sepi job.
Ini bukan hanya soal pileg tertutup. Ini bukan sekedar sabotase suara caleg oleh partai.
Tapi, ini bisa merembet ke pilpres tertutup dimana suara rakyat juga akan disabotase oleh partai dan utusan daerah melalui anggota MPR.
Pemilu tertutup layak dicurigai sebagai bagian dari sekenario untuk mengembalikan pilpres model lama yaitu presiden dipilih oleh MPR.
Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.***