Sebuah kapal Angkatan Laut China berada di Laut Sulu di barat daya Filipina selama tiga hari, sehingga memicu kemarahan Manila. Para ahli mengatakan langkah tersebut adalah bagian dari upaya Beijing untuk menjaga kepentingannya di petak perairan dunia yang semakin diperluasnya.
Departemen Luar Negeri Filipina mengatakan dalam pernyatannya bahwa keberadaan kapal Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China berada di Laut Sulu dari 29 Januari hingga 1 Februari lalu itu sebagai “infiltrasi ilegal.”
Kapal Pengintai Elektronik No. 792 “memasuki perairan Filipina tanpa izin” dan tetap tinggal bahkan setelah sebuah kapal angkatan laut Filipina memperingatkannya, tulis pernyataan itu.
Dalam konferensi pers pada Selasa (15/3), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan kapal penelitian angkatan laut itu telah melakukan “pelaksanaan hak lintas damai sesuai dengan UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut). Keberadaan kapal China di jalur itu aman dan sesuai standar, dan konsisten dengan hukum internasional dan praktik internasional,” tambah Lijian.
Komentar yang disampaikan oleh pihak China itu tidak menunjukkan niat segera untuk berbuat lebih banyak di Laut Sulu, kata Herman Kraft, seorang profesor ilmu politik di Universitas Filipina Diliman.
“Berbicara tentang kepolosan melintas (di wilayah Filipina) itu tampaknya menjadi alasan yang mengakui yurisdiksi Filipina atas wilayah tersebut,” kata Kraft kepada LINGKARIN.COM.
Beijing berusaha memperluas jangkauan angkatan lautnya yang sedang tumbuh untuk melindungi kepentingan maritimnya dan meningkatkan daya tawar dalam pembicaraan dengan negara-negara lain, kata para analis kepada LINGKARIN.COM.
Kapal angkatan laut China telah terlihat di berbagai kawasan, mulai dari Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, di timur Taiwan dan Jepang. [lt/em]
[ad_2]