Pemimpin Komunitas Rohingya Ditembak Mati di Kamp Pengungsi Bangladesh

- Pewarta

Kamis, 30 September 2021 - 09:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy


Kelompok bersenjata, pada Rabu (29/9), menembak dan membunuh seorang pemimpin terkemuka Muslim Rohingya, Mohib Ullah, di sebuah kamp pengungsi di Bangladesh selatan, demikian menurut seorang juru bicara PBB dan seorang pejabat polisi setempat. Peristiwa ini terjadi setelah kekerasan di pemukiman pengungsi terbesar di dunia itu memburuk dalam beberapa bulan terakhir.

Ullah, yang berusia sekitar 40 tahun, memimpin salah satu kelompok komunitas terbesar yang muncul sejak Agustus 2017 di mana saat itu sekitar 730.000 lebih Muslim Rohingya lari dari Myanmar setelah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Ullah juga pernah diundang ke Gedung Putih untuk berbicara tentang penderitaaan yang dialami oleh kelompok muslim Rohingya di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Rafiqul Islam, wakil pengawas polisi di kota terdekat Cox’s Bazar, kepada kantor berita Reuters melalui telepon mengatakan Mohib Ullah telah ditembak mati oleh kelompok bersenjata namun tidak memberi rincian mendetail atas kejadian tersebut.

Juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi mengatakan pihaknya “sangat berduka” atas pembunuhan terhadap Mohib Ullah.

“Kami terus berhubungan dengan otoritas penegak hukum yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan di kamp-kamp (pengungsi),” kata juru bicara itu.

Kelompok Mohib Ullah, yang menamakan perkumpulannya sebagai Masyarakat Rohingya Arakan untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia, dikenal karena keberaniannya mendokumentasikan kekejaman yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap orang-orang Rohingya. PBB sendiri sudah mencap perlakuan yang dilakukan oleh kelompok militer Myanmar sebagai kekejaman dengan niat melakukan genosida.

Di kamp-kamp pengungsi Bangladesh, Mohib Ullah mendatangi satu persatu tenda untuk mengumpulkan jumlah pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran dan data tersebut ia teruskan kepada penyelidik internasional.

Organisasinya bekerja sama untuk memberi lebih banyak suara kepada para pengungsi di dalam kamp dan pada forum internasional. Berbicara kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, ia mengatakan bahwa Rohingya ingin agar suaranya lebih banyak didengar agar dapat menentukan masa depan mereka sendiri.

Tetapi ketenaran Ullah membuatnya menjadi sasaran kelompok garis keras dan mendapat ancaman pembunuhan, sebagaimana ia sampaikan kepada Reuters pada 2019. “Jika saya mati, saya terima. Saya akan memberikan hidup saya,” katanya saat itu.

Penduduk kamp mengatakan kamp-kamp yang luas di Bangladesh semakin diwarnai kekerasan dengan orang-orang bersenjata bersaing untuk mendapatkan kekuasaan. Mereka menculik para pengecam, dan memperingatkan perempuan agar tidak melanggar norma-norma Islam konservatif.

Aung Kyaw Moe, seorang aktivis masyarakat sipil Rohingya dan penasihat Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar, pemerintah sipil yang setara dengan yang dibentuk setelah kudeta pada Februari lalu, mengatakan kematian Mohib Ullah adalah “kehilangan besar bagi komunitas Rohingya.”

Ullah sendiri sadar akan adanya ancaman yang mengintai, namun ia berusaha tidak memikiran hal tersebut karena jika ia tidak melakukan pekerjaannya dalam mendokumentasikan kekerasan yang terjadi, tidak akan ada yang akan melakukannya. (my/jm)
[ad_2]

Berita Terkait

Bukan Konfrontasi, Tiongkok Siap Bekerja Sama dengan Pemerintahan Presiden AS Donald Trump
Tak Tersedia Lagi di App Store dan Google Play Store di AS, Penguman Resmi Aplikasi Asal Tiongkok Tiktok
Menlu RI Sugiono Lakukan Pertemuan Bilateral dengan Menlu Malaysia Mohamad Hasan, Ini yang Dibahas
Proyeksi Pertumbuhan Perekonomian Tiongkok pada 2024 dan 2025 Meningkat, Kata Goldman Sachs
Kerja Sama BNSP dan KBRI di Tokyo: Indonesia dan Jepang Optimalisasi Tenaga Kerja
Hong Kong Kurangi Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu
Reuters akan Gugat Turki atas Larangan terhadap Artikel Mereka
Akademisi Israel-Rusia Ditahan oleh Milisi Syiah di Irak

Berita Terkait

Selasa, 21 Januari 2025 - 11:12 WIB

Bukan Konfrontasi, Tiongkok Siap Bekerja Sama dengan Pemerintahan Presiden AS Donald Trump

Senin, 20 Januari 2025 - 11:17 WIB

Tak Tersedia Lagi di App Store dan Google Play Store di AS, Penguman Resmi Aplikasi Asal Tiongkok Tiktok

Senin, 20 Januari 2025 - 10:23 WIB

Menlu RI Sugiono Lakukan Pertemuan Bilateral dengan Menlu Malaysia Mohamad Hasan, Ini yang Dibahas

Selasa, 15 Oktober 2024 - 13:44 WIB

Proyeksi Pertumbuhan Perekonomian Tiongkok pada 2024 dan 2025 Meningkat, Kata Goldman Sachs

Selasa, 9 Juli 2024 - 14:28 WIB

Kerja Sama BNSP dan KBRI di Tokyo: Indonesia dan Jepang Optimalisasi Tenaga Kerja

Berita Terbaru