Seorang perwakilan komunitas minoritas Rohingya Myanmar bersaksi di pengadilan Argentina pada Kamis (16/12) sebagai bagian dari penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh penguasa militer Myanmar.
Pengadilan setuju untuk menyelidiki tuduhan berdasarkan prinsip yurisdiksi universal, yang menyatakan bahwa beberapa tindakan – termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan – sangat mengerikan sehingga tidak spesifik untuk satu negara dan dapat diadili di mana saja.
Kekerasan militer tahun 2017 terhadap Muslim Rohingya di Myanmar, yang menurut PBB bisa dikategorikan sebagai genosida, telah memicu eksodus lebih dari 740.000 anggota komunitas itu, terutama ke wilayah Bangladesh.
“Baru-baru ini mereka mengumumkan perintah pembatasan baru bagi orang-orang Rohingya,” kata Tun Khin, presiden Organisasi Rohingya Burma yang berbasis di Inggris kepada wartawan di luar pengadilan di Buenos Aires menjelang sidang.
“Kami khawatir situasinya akan menjadi lebih buruk sehingga sangat penting bagi kami untuk mendorong masyarakat internasional mencari keadilan, tidak hanya pengadilan ini, tetapi kasus-kasus lain untuk didukung oleh masyarakat internasional.”
Proses lain terhadap Myanmar dan para pemimpinnya sudah berlangsung di Mahkamah Kejahatan Internasional dan Pengadilan Internasional PBB.
Ini bukan kali pertama pengadilan Argentina menyidangkan kasus yurisdiksi universal. Sidang serupa pernah dilakukan sehubungan dengan pemerintahan mantan diktator Francisco Franco di Spanyol dan penindasan terhadap gerakan Falun Gong oleh China. [lt/jm]
[ad_2]